Pathilo merupakan makanan tradisional yang banyak ditemui di Gunungkidul, terutama di daerah Tanjungsari. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pathilo berasal dari kata 'pathi' dan 'lo'. Pathi berarti pati dan lo artinya telo (singkong). Bahan utama pembuatan jajanan tradisional ini adalah singkong. Pathilo mempunyai rasa yang asin dan gurih. Bentuknya bulat seprti lingkaran dan umumnya berwarna merah dan putih.
Yosman Pathilo
Selasa, 04 Maret 2014
Kuliner khas Gunungkidul
Sebagai penghasil ketela pohon / singkong, Gunungkidul mempunyai makanan khas yang banyak terbuat dari singkong. Thiwul dan gatot adalah makanan khas yang paling terkenal dari Gunungkidul. Keduanya sama-sama terbuat dari singkong namun menghasilkan citarasa yang berbeda. Makanan dari bahan singkong yang lain: lempeng, klethek, cemplon, pathilo, lemet. Selain itu Gunungkidul terkenal dengan kuliner ekstrem yang unik seperti belalang goreng dan ungkrung (kepompong) ulat pohon jati.
Pathilo
Pathilo juga merupakan makanan olahan berbahan dasar singkong. Makanan ini dijual dalam bentuk seperti kerupuk kering. Sebagian orang menyebutnya sebagai rengginan berbahan singkong. Rasanya yang gurih, khas singkong menjadikan makanan ini cocok untuk mendampingi sobat ketika menonton televisi maupun di kala santai. Makanan khas Gunungkidul ini tersedia dalam kondisi matang, siap santap, maupun mentah untuk digoreng di rumah.
Senin, 03 Maret 2014
Resep, dll Tentang Pathilo
resep | 1. Singkong dikupas dan dicuci. 2. Jika akan diproduksi dalam skala kecil, maka singkong cukup diparut. Namun, jika pathilo diproduksi dalam skala besar maka untuk menghaluskan singkong diperlukan mesin parut bertenaga listrik. 3. Parutan singkong diperas memakai alat pemeras. Hasil perasan atau ampas tersebut didiamkan selama satu malam dalam baskom setelah sebelumnya ditambahkan bumbu yang sudah dihaluskan. 4. Ampas kemudian dikepalkan dan ditekan hingga berbentuk seperti cendol yang ukurannya sekitar 5 cm dan tebal 0,5 cm di atas tambir yang nantinya akan digunakan untuk pengukusan. Waktu yang diperlukan untuk pengukusan adalah 30 menit. 5. Sesudah pengukusan, langkah selanjutnya adalah proses pengeringan. 6. Langkah terakhir dalam pembuatan pathilo adalah membungkusnya dengan plastik kemasan. |
kategori | Cemilan |
cara memasak | Dikukus, dikeringkan |
bahan | singkong, bawang putih, kemiri dan garam |
sumber informasi |
Pathilo
Pathilo merupakan makanan tradisional yang banyak ditemui di Gunungkidul, terutama di daerah Tanjungsari. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pathilo berasal dari kata 'pathi' dan 'lo'. Pathi berarti pati dan lo artinya telo (singkong). Bahan utama pembuatan jajanan tradisional ini adalah singkong. Pathilo mempunyai rasa yang asin dan gurih. Bentuknya bulat seprti lingkaran dan umumnya berwarna merah dan putih.
Pathilo, Masih Jadi Camilan Favorit Masyarakat Gunungkidul
Tanjungsari, (Sorotgunungkidul) -- Kendati hanya tinggal di pelosok desa, tampaknya tak menyurutkan semangat warga Kabupaten Gunungkidul, DIY dalam berwirausaha. Supel, tidak malu, ulet dan telaten, menjadi kunci suksesnya dalam dalam menggeluti dunia usaha yang awalnya merupakan rintisan nenek moyang puluhan tahun lalu itu.
Hanya sekedar Pathilo, makanan ringan khas Gunungkidul berbahan dasar ketela yang sejak dulu hingga sekarang laris manis tetap menjadi salah satu camilan favorit masyarakat. Bahkan karena rasanya yang gurih, makanan itu seolah bisa menghadirkan suasana baru saat bersantai bersama keluarga, bak lazimnya Gunungkidul tempo dulu.
Istilah Pathilo sendiri berasal dari Bahasa Jawa yaitu pathi (sari) dan telo (ketela). Memang begitu sebenarnya, Pathilo merupakan salah satu produk unggulan khas Gunungkidul sebanding dengan julukan kota gaplek yang disandang sejak puluhan tahun silam. Jangan salah, meskipun hanya terbuat dari bahan ketela, makanan ini sampai sekarang ternyata tetap masih jadi kegemaran para pejabat maupun perantau yang tersebar di kota – kota besar di Indonesia.
Sebagai produk unggulan, makanan ini masih banyak dijumpai di zona selatan Gunungkidul meliputi Semanu, Tanjungsari, Tepus, Saptosari, Rongkop, Panggang, serta Girisubo. Namun sayang, produksi untuk musim hujan ini sangat berkurang lantaran terkendala sulitnya mencari bahan baku berupa ketela. Sulitnya bahan pada awal tahun ini dipengaruhi belum panennya tanaman jenis ini. Biasanya ketela pohon akan dipanen sekitar pertengahan tahun saat musim kemarau. Begitu ungkap Yudi Pramana, warga Padukuhan Pakel, Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari kepada Sorotgunungkidul.com, Selasa (05/03/2013).
Yudi yang ternyata juga seorang produsen Pathilo itu menjelaskan, meski baru dalam taraf kecil – kecilan, pangsa pasar usahanya sudah menjamah DIY dan Jawa Tengah dengan omset yang terbilang lumayan mencapai jutaan rupiah perbulan, saat ramai pesanan. Rata-rata jumlah produksi perbulan mencapai 1,5 ton pathilo dengan harga jual mencapai Rp 6.000 – Rp 7.000/bungkus.
“Kami tidak kesulitan dalam memperoleh bahan baku berupa ketela mentah karena para petani selalu menanam ketela di ladang setahun sekali. Tetapi untuk saat ini petani memang belum memanen ketela, sehingga kami terpaksa mengurangi jumlah produksinya. Harga bahan baku ketela mencapai Rp 700 – Rp 1.500/kilogram, tergantung dengan kualitasnya. Dalam kondisi ramai pesanan, perkiraan rata – rata laba bersih bisa mencapai Rp 500.000/ton bahan baku,” kata Yudi.
Selain Pathilo, Yudi juga memproduksi beberapa makanan kecil lainnya, seperti Krecek, Lempeng, serta Manggleng yang juga berbahan baku ketela dengan menyuguhkan aneka macam rasa baik pedas, manis maupun gurih. Jika sedang musim panen ketela, aneka makanan khas wong ndeso itu banyak dijumpai di pasar – pasar tradisional maupun di warung oleh – oleh khas Gunungkidul.(ari)
Menyejajarkan Pathilo dengan Jajanan Populer Lainnya
Selain pembuatan pathilo yang termasuk mudah, pathilo ini juga dapat bertahan lama yakni tiga sampai lima bulan. Keuntungan dari pathilo yang bisa bertahan lama tersebut, sehingga pathilo dapat di export keluar daerah. Walaupun dapat bertahan lama pembuatan pathilo juga tanpa bahan pengawet ataupun bahan–bahan kimia lainnya, sehingga pathilo ini sangat baik dan sehat untuk di konsumsi.
Supaya lebih menarik cetakan pathilo dapat di buat sesuai selera misalnya berbentuk lingkaran, love, segitiga, persegi dan lain-lain. Selain itu rasanya juga dapat di vareasi misalnya rasa pedas, manis, asin, asam, dan gurih. Tidak hanya itu, rasa dari pathilo juga dapat di tambahkan bahan lainnya, contohnya seledri, udang, daun jeruk, dan jahe. Untuk lebih menarik dapat di tambahkan pewarna alami contohnya daun suji untuk pewarna hijau dan kunyit untuk member warna kuning. Kemasanya pun juga dapat di bentuk sedemikian rupa sehingga dapat menarik pelanggan untuk selalu membeli pathilo. Misalnya cara penataan letak pada kemasan di buat beraneka warna.
Pada saat ini jika ingin membutuhkan pathilo, setiap saat akan tersedia karena bahan singkong selalu ada. Singkong sewaktu-waktu ada dan warga pun juga sangat antusias karena singkong bila di jual gaplek/ singkong yang baru dipanen masih ada kulitnya harganya hanya Rp1000 hingga Rp1500 padahal jika di jual pathilo harga mencapai Rp5000 per kg.
F. Simpulan
Pathilo merupakan jajanan tradisional khas Gunungkidul yang bahan utamanya terbuat dari singkong. Singkong mempunyai beberapa kandungan, namun yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan pathilo adalah pati. Tetapi, pathilo saat ini sudah tidak disenengi oleh para remaja. Oleh karena itu, peneliti mempunyai ide untuk lebih memvariasikan bentuk maupun rasa dari pathilo agar digemari para remaja dan bisa bersaing dengan jajanan modern saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)